Jumat, 31 Oktober 2014

Salam Perpisahan



Salam Perpisahan
Oleh : Khamdanah

Hari ini aku mengikuti tahap tes wawancara, aku mengikuti seleksi beasiswa ke salah satu universitas di Amerika. Iya, pilihan yang aku pilih mungkin agak membingungkan. Bahkan aku sendiripun bingung dengan keputusanku ini. Sebenarnya aku tak benar-benar berniat pergi. Semua berawal dari rasa jenuhku dengan hubungan ini.
***
Waktu menunjukan pukul 05.00 pagi. Tiba-tiba Hana muncul di kamarku saat itu, kulihat wajahnya pucat. Namun, ia tersenyum manis padaku. “kau tidur seperti tak akan bangun lagi! Hingga aku takut melihatmu tidur...” ucap Hana padaku yang baru membuka mata. Aku tak menjawab apapun, kemudian aku bangkit dan ku ambil handuk yang tergantung di dinding. “apakah kau akan pergi?” Hana bertanya padaku. Kali ini aku benar-benar tak bisa mengabaikannya. “aku akan mengurus beberapa surat untuk keberangkatanku ke Amerika” kujawab pertanyaannya sambil berjalan menuju ke kamar mandi. Hana meletakkan beberapa tangkai bunga dalam vas di meja, ia memang selalu melakukan hal itu sejak empat tahun yang lalu.
Hana masih duduk di kursi ketika aku meninggalkannya di rumahku. Ia terlihat baik-baik saja. Ketika aku duduk di dalam bus tiba-tiba ponselku berdering.
Mama Maya called
Setelah kulihat ternyata itu adalah telfon dari ibu Hana, bergegas kuangkat karena kukira ada hal yang sangat perting yang ingin beliau bicarakan padaku. Kudengar tangisnya yang lirih namun menyayat hatiku. Bergegas aku turun dari bus dan berlari menuju rumahku. Kubuka pintu dan kucari Hana kesetiap sudut ruangan. Dan tidak kutemukan.
Aku masih tak percaya. Aku merasa bahwa semua ini mimpi dan aku berharap semoga ini memang mimpi. Hana yang pagi ini tersenyum padaku, kulihat tubuhnya terbaring koma di salah satu ruang rumah sakit. Aku tak percaya ini. Siapa yang tadi menemuiku? Apa maksud semua ini? Semakin kupaksa otakku berpikir semakin aku merasa tak dapat bernapas. Tubuhku bergetar. Dan air mata ini menetes.
***
4-5-10
Hari ini aku benar-benar lelah dengan rutinitas kerjaku. Penat meremuk tubuhku, aku ingin sejenak melepas lelahku. Akhir-akhir ini kulampiaskan kekesalanku dengan kebiasaan baruku yaitu merokok. Meski kutahu seseorang melarangku melakukan ini, tak ada alasan lain bagiku untuk mengikuti perkataanya. Karena akupun lelah dengannya. Lama ku cari benda yang aku butuhkan. Tak tak kutemukan satupun, yang  kutemukan hanyalah catatan kecil dalam lokerku.
sayang, apakah kamu mencari korek api? Kamu akan merokok? Lihat mukamu dikaca, pasti memerah. Maafkan aku. Aku sembunyikan semua korek api yang ada di rumahmu agar kau tak dapat merokok.
Sayang, dulu aku sering menerima kejutan darimu, kado yang kamu beli dari uang yang kamu kumpulkan saat itu, karena kamu berhenti merokok. Namun, sekarang aku jarang melihatmu melakukannya.
Aku rindu.
I Love You
Hana
***
Malam ini aku berjanji akan menemui Hana disalah satu restoran langganan kami berdua. Itu dulu, sebelum aku merasa jenuh dengan perjalanan cinta kami. Waktu empat tahun bersama yang seharusnya membuatku tambah mencintainya, justru membuatku merasa bosa dengan rutinitas kami berdua. Aku yang tak dapat menemukan sesuatu yang mungkin banyak orang sebut sebagai inovasi.Namun, sebaliknya dengan Hana, ia benar-benar wanita yang sangat setia dan perhatian. Meskipun aku mengabaikannya akhir-akhir ini, ia tetap dengan sabar menungguku di tempat itu.
23.30
From : Hana :*
Sayang J kamu pasti sibuk ya? Aku sudah menunggumu empat jam di sini.
Sebenarnya agak risih juga si, hehe.. untung pelayannya baik ya jadi aku ga diusir
Aku pulang sendiri yang
Kamu jangan lupa istirahat ya J miss you
Pesan yang dikirim oleh Hana ke ponselku benar-benar aku abaikan. Entah apa yang aku pikirkan, aku merasa Hana hanya membatasi kebebasanku. Membuatku tak dapat berkutik bahkan hanya untuk bernapas. Terkadang aku merasa bahwa tindakanku salah, aku tak sepantasnya mengabaikan Hana hanya karena aku jenuh dengannya.
“hey!! Cewek sebaik itu lu sia-siain?” Olan tiba-tiba merangkulku dari belakang, mengagetkanku dan aku terperanjat melepas lamunanku tentang Hana. “ini bukan sesuatu yang bisa dijelaskan dengan mudah. Lu ga ngerti apa yang ada dipiran gue Lan” bantahku kepada Olan yang sejak tadi memandangku dengan tatapan buas. “jelas gue ga ngerti, karena gue bukan lu. Gue bukan orang yang akan nyia-nyiain cewek sebaik Hana, cewek yang setia dan sayang banget sama lu. Gue ga tahu apa yanglu pikirin, yang jelas kalo gue jadi lu... gue ga akan sebodoh lu!!” kemudian Olan pergi ke meja kerjanya. Malam ini kami lembur berdua. Aku dan Olan membisu dalam kedinginan malam, kami hanyut dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku benar-benar mengerti apa yang dikatakan oleh Olan, dan ia memang tak salah mengatakan hal itu. Tapi, sepertinya Olan memang tak mengerti sedikitpun apa yang aku pikirkan. Ia tak mengerti apapun tentang diriku dan perasaanku. Aku ingin mengatakan padanya bahwa aku hanya lelah.
***
Hana dan Sania sedang duduk di salah satu bangku di taman kota. Mereka memang sengaja untuk bertemu, Sania adalah sahabat Hana sejak mereka duduk di bangku SMP. Hana menceritakan semuanya tentang perubahan sifat Haikal. “sudah jelas Haikal ga sayang sama kamu lagi Han, mungkin Haikal minta putus sama kamu Cuma dia cari-cari alasan supaya dia bener-bener bisa pisah sama kamu. Percaya deh sama aku, kamu itu baik Han, kamu cantik, masih banyak cowok di luar sana yang mau sama kamu. Jangan sia-siain waktu kamu Cuma buat cowok kayak Haikal, aku ga suka” Sania menjelaskan panjang lebar kepada Hana, berharap Hana akan mendengarkan dan melaksanakan nasihatnya. Namun, sepertinya hal itu sia-sia. Karena Hana bukanlha tipe orang yang akan rela meninggalkan seseorang yang sangat ia sayangi. Hana sudah bertekad bahwa ia akan tetapmenjaga hubungannya dengan Haikal. Ia percaya bahwa Haikal sebenarnya sangat menyayanginya. Hanya saja mungkin untuk saat ini Haikal masih sibuk dengan pekerjaannya sehingga menyita waktu bersama Hana.
***
Aku duduk di samping tempat tidur Hana, memegang erat tangan Hana yang pucat itu. Aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Dalam hati aku berteriak, bahwa semua ini hanyalah ilusi, hanya sebuah mimpi. Dan saat terbit fajar maka Hana akan kembali lagi. Namun, yang aku harapkan tidaklah terwujud. Hana tetap terbaring dan menutup matanya. Hana tak dapat bergerak bahkan hanya untuk sekadar membuka matanya. Aku sangat menyesal atas apa yang ku lakukan selama ini, seandainya waktu dapat kembali. Aku ingin mengatakan kepada Hana bahwa aku juga sangat menyayanginya. Dan aku menyesal.
Aku kembali ke kamarku. Kubuka pintu dan aku terhuyung ke tempat tidurku. Kepalaku terasa berputar, aku tak dapat berpikir apapun. Aku terpejam.
Saat aku membuka mata, aku melihat Hana sedang merapikan kamarku, seperti biasa ia membawa setangkai bunga dan meletakannya di vas yang dulu ia berikan kepadaku sebagai hadiah. Ia tersenyum melihatku membuka mata, dengan tatapannya yang manja. Hana memakai gaun putih yang cantik, wajahnya sayu. Aku masih tak mengerti dengan semua ini, sebenarnya apa yang terjadi? Aku bangun dan kusingkapkan selimutku, kuhampiri Hana yang masih berdiri disudut kamar. Aku memeluknya erat, kukatakan padanya bahwa aku benar-benar tak ingin ia pergi. Hana menatapku erat, seolah-olah ia ingin mengatakan sesuatu. Namun, tak kudengar sepatah katapun dari mulutnya. Sekali lagi, Hana hanya tersenyum manis.
Setelah memcuci mukaku, aku duduk bersama Hana di ruang makan, aku bertanya padanya apakah dia baik-baik saja, dan Hana mengangguk pelan. Saat aku bertanya “dengan apa kamu bisa ke sini sayang?” Hana tak menjawab, ia berdiri dan berjalan ke arah jendela. Kemudian Hana menunjuk ke arah luar, setelah ku lihat di luar sana terparkir sepeda yang biasa Hana gunakan. Hana memang suka bersepeda. Nampaknya Hana ingin menjawab semua pertanyaanku tanpa ia mengeluarkan sepatah katapun.
Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang ada dikepalaku ini. Aku tak dapat mengartikan perasaan apa yang sedari tadi mengetuk-ketuk hati ini. Disatu sisi aku ingin mendapat jawaban dari mulut kekasihku itu, mengenai sebenarnya apa yang terjadi padanya. Di sisi lain, saat ini aku hanya ingin menghabiskan waktu berdua dengannya. Waktu yang mungkin tak dapat kumiliki lagi bersamanya.
Hana menggandengku pelan, nampaknya ia ingin membawaku ke suatu tempat dan kami tiba disebuah taman kecil dipenuhi bunga. Kepalaku semakin pening, jantungku berdetak kencang. Apa yang sebenarnya terjadi? Akan ada apa setelah ini? Akankah Hana teteap bersamaku? Seketika itu air mataku menetes pelan. Hana menyeka air mataku. “jangan menangis, ini bukanlah sebuah perpisahan sayang. Ada banyak hal yang sebenarnya masih ingin aku lakukan bersamamu. Tak perlu bersedih, ingatlah bahwa dengan hati yang gembira semuanya akan jadi mudah. Aku akan selalu hidup dalam hatimu. Berjanjilah padaku, ada atau tidak aku di sisimu, kau akan tetap tersenyum. Berjanjilah sayang” Hana menatapku, aku tak dapat mengatakan apapun, tubuhku terasa terpaku.
Telepon berdering, aku terbangun dari tidurku. Dan Hana... tak ada.
***
“sudahlah.. nak Haikal tak perlu menyesal. Mungkin ini memang takdir putriku, putriku yang malang” Ibu Maya menyeka air matanya. “ibu yakin bahwa Hana pergi dengan bahagia, ia pergi dengan damai” aku tak membalas ucapan Ibu Hana, semua ini masih terasa seperti mimpi untuku. Dan apakah aku harus memaksakan diri untuk bangun agar Hana dapat kembali?
***
Setelah menungguku lama dan aku tak menemuinya, Hana memutuskan untuk pergi ke rumahku, dengan sepeda kesayangannya, ia mengayuh sepeda dan membawa setangkai bunga yang akan ia letakan di vas kamarku. Seperti yang biasa ia lakukan. Dengan senyum ceria ia terus mengayuh, tak menyadari bahwa dari arah yang beralawanan sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi.
Sepeda itu hancur, dan bunga indah itu layu sebelum waktunya. Hana.. hanya Hana.

0 komentar:

Kunang Biru © 2008 Por *Templates para Você*